Jumat, 10 Oktober 2014

Kang Komar: Menimbang Pendidikan Indonesia



Menimbang Pendidikan Indonesia
Oleh: Komaruddin Hidayat

Pekan lalu Anindiya, alumnus SMU Madania Parung, Bogor, yang sudah dua tahun berkuliah di Ritsumeikan APU, Jepang, sengaja datang ke kantor saya di sela-sela liburannya ke Jakarta.

Dia datang untuk berbagi kegelisahan mengenai pendidikan Indonesia yang menurutnya tertinggal dibanding negara-negara tetangga. Sebagai aktivis, Anin banyak bergaul dan diskusi dengan sesama mahasiswa Asia. Yang membuatnya gelisah, mahasiswa lain lebih siap menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Di Thailand misalnya sejak SMU anak-anak sudah mulai belajar bahasa dan peta bumi Indonesia.

Mereka mulai dipersiapkan mengenal potensi ekonomi dan lapangan kerja di Indonesia ketika nanti dibuka pasar bebas ASEAN yang memungkinkan tenaga kerja asing bekerja dan bersaing dengan putra-putra di negara kita. Anin sangat khawatir sarjana-sarjana Indonesia sulit bersaing dengan sarjana Jepang, Korea, Filipina, Thailand, Malaysia, dan Singapura dan kualitas pendidikan Indonesia tidak mengalami perbaikan serius dan segera.

Di Indonesia terdapat sekitar 3.500 perguruan tinggi negeri dan swasta, lulusannya akan bersaing ketat memperebutkan lapangan kerja dengan lulusan perguruan tinggi di ASEAN. Ini sebuah tantangan dan sekaligus mimpi buruk mengingat sebagian perguruan tinggi kita sekadar memberikan ijazah, namun miskin kompetensi. Sekarang ini diperkirakan setiap tahun terdapat satu juta sarjana baru.

Dibanding Malaysia dan Singapura, angkatan kerja mereka terbanyak diisi sarjana dan tamatan sekolah menengah kejuruan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2014, jumlah angkatan kerja Indonesia sebanyak 118,17 juta orang. Sungguh fantastis, suatu bonus demografi yang tidak dimiliki bangsa Jepang, Korea, dan negara-negara tetangga. Namun, itu semua akan berbalik menjadi beban jika ternyata miskin kompetensi dan kalah bersaing dalam panggung MEA nanti.

Diberitakan, sedikitnya 600.000 lulusan perguruan tinggi menganggur yang sekarang tengah berjuang mendapatkan lapangan kerja. Terdapat lima fungsi utama yang mesti diperhatikan oleh lembaga pendidikan pada setiap jenjang. Pertama , sebagai tempat pembentukan karakter. Lewat pendidikan seseorang diharapkan mendapatkan lingkungan dan keteladanan yang baik agar tumbuh menjadi pribadi yang terpuji.

Makanya sekolah disebut almamater, bagaikan sosok ibu kandung yang membesarkan dan mendidik kita semua agar jadi anak yang mandiri dan berkepribadian baik. Kedua, lembaga pendidikan adalah tempat transfer ilmu pengetahuan dari para guru pada anak didiknya. Jika guru atau dosen tidak menguasai dan menambah ilmu, lalu apa yang hendak ditransfer?

Tidak sebatas transfer, tetapi para guru dan dosen itu juga mengajari bagaimana berburu ilmu pengetahuan atau riset (re-search), sebuah usaha tanpahenti, mencari dan kembali mencari, untuk selalu memperluas cakrawala pengetahuan sehingga dunianya semakin luas dan kaya. Menguasai metode menggali ilmu tidak kalah pentingnya dari sekadar menerima ilmu. Seseorang yang kaya ilmu pasti akan banyak referensi dan komparasi ketika membuat sebuah keputusan dalam hidupnya.

Ketiga, lembaga pendidikan adalah juga tempat untuk melatih peserta didik mengembangkan keterampilan sosialnya. Keterampilan dan keluwesan berkomunikasi dan bersosialisasi sangat penting bagi kehidupan seseorang. Profesi apa pun, terlebih di zaman yang serbaterbuka dan kompetitif ini, keterampilan berkomunikasi (communication skill) sangat diperlukan. Tidak lagi zamannya berpikir ”diam itu emas”.

Keempat, lembaga pendidikan juga berperan memberikan skill pada seseorang sehingga dengan keahlian yang dimiliki diharapkan akan bisa hidup produktif dan mandiri agar hidupnya tidak menjadi beban orang lain. Syukur-syukur bisa menciptakan lapangan kerja bagi orang lain. Kelima, lembaga pendidikan hendaknya secara sadar membantu mengantarkan agar seseorang tumbuh menjadi seorang pemimpin.

Sikap kepemimpinan (leadership) akan diperlukan oleh siapa pun, minimal sekali kepemimpinan dalam rumah tangga. Lebih dari itu, setiap posisi atau karier seseorang sesungguhnya memerlukan kualitas kepemimpinan. Karena itu, menjadi sangat penting pelajaran dan latihan kepemimpinan di sekolah dan perguruan tinggi.

Salah satu ciri seorang pemimpin adalah memiliki inisiatif, memiliki kepekaan sosial, peduli pada nasib orang lain, memiliki rasa tanggung jawab, dan berani ambil risiko atas keputusan yang diambilnya. Pelatihan kepemimpinan ini semakin kurang memperoleh perhatian di sekolah. Keenam, tidak kalah pentingnya dari semua itu, peran lembaga pendidikan adalah juga mendidik anak agar tumbuh menjadi pejuang kehidupan.

Agar memiliki climber mentality. Pendaki dan penakluk gunung kehidupan yang tak mudah menyerah ketika menghadapi berbagai rintangan. Banyak anak-anak yang bermental quitter, mudah takluk ketika dihadapkan problem. Demikianlah, sebagai orang tua kita pasti memiliki harapan pada anak-anak kita agar tumbuh menjadi pribadi seperti yang saya kemukakan di atas. Kewajiban pendidik itu sebagian diserahkan pada lembaga pendidikan. Orang tua dan guru merupakan mitra coeducator bagi anak didik.

Dulu ada ungkapan: al-ummu madrasatul ula. Sosok ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Sekarang tidak bisa lagi diandalkan karena banyak ibu yang juga aktif bekerja di luar, lalu peran pendidik diambil guru di sekolah, oleh pembantu rumah tangga, dan TV. []

KORAN SINDO,  03 Oktober 2014
Komaruddin Hidayat  ;   Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar