Kamis, 11 September 2014

Kang Komar: Ijazah Sama, Kualitas Berbeda



Ijazah Sama, Kualitas Berbeda
Oleh: Komaruddin Hidayat

Setiap menghadiri wisuda sarjana selalu muncul pertanyaan dalam benakku, faktor apa saja yang membedakan kualitas mereka sekalipun mereka menerima ijazah dan mengenakan toga yang sama?

Belasan kali saya mewisuda sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selalu meninggalkan kesan serta kenangan yang sulit terlupakan. Yang pertama, mayoritas wisudawan/wati terbaik adalah perempuan. Bahkan pernah sarjana kedokteran terbaik adalah perempuan dan seorang hafizah (penghafal Alquran) sebanyak 30 juz. Secara psikologis, perempuan memang memiliki bakat lebih telaten, konservatif dan hati-hati serta sanggup membaca dan menghafal hal yang sama secara berulang-ulang. Fenomena ini akan mudah dilihat dalam aktivitas pengasuhan.

Seorang ibu dengan sabar melakukan hal-hal yang sama secara berulang-ulang untuk melayani dan mendampingi anakanaknya, satu hal yang sulit dilakukan seorang ayah. Faktor lain, di samping kecerdasan, adalah motivasi untuk menunjukkan bahwa perempuan mampu bersaing dengan mahasiswa laki-laki. Ketika memperoleh kesempatan yang sama, ternyata laki-laki dan perempuan sama saja kualitasnya dalam bidang keilmuan. Lalu ada lagi yang kerap mengejutkan dan membuat haru, yaitu mereka yang prestasinya bagus itu datang dari keluarga miskin.

Mereka kuliah sambil bekerja, seperti mengajar privat atau mereka sebagai mahasiswa penerima-penerima beasiswa. Beberapa dokter terbaik alumni UIN Jakarta berasal dari pesantren, datang dari keluarga miskin, namun memiliki semangat belajar yang tinggi sehingga ketika memperoleh beasiswa penuh dan kesempatan belajar, kesempatan emas itu dimanfaatkan secara optimal.

Dan ini tidak saja terbatas pada program studi kedokteran, tetapi juga program-program studi pada fakultas lain. Jadi, faktor motivasi belajar untuk meraih prestasi sangat signifikan pengaruhnya bagi seseorang. Keinginan kuat untuk menjadi anak yang membanggakan orang tua dan mampu memperbaiki nasib keluarganya juga menjadi pendorong yang sangat berpengaruh bagi sarjana yang datang dari keluarga kurang mampu. Namun, ada juga fenomena lain, yaitu mahasiswa yang memiliki kecenderungan jadi aktivis sosial.

Mereka kurang fokus pada kuliah karena waktu dan perhatiannya terbelah untuk mengikuti kegiatan sosial, pengembangan bakat, dan organisasi intra ataupun ekstra universitas. Grup band Wali yang terkenal itu adalah alumni UIN Jakarta, di antaranya ada yang belum sarjana. Bagi mahasiswa yang senang pada kegiatan yang bernuansa politik akan selalu rajin jika ada acara-acara diskusi atau demonstrasi. Mereka rela meninggalkan kuliah. Karenanya, mahasiswa tipe ini indeks prestasi kumulatifnya sedang-sedang saja, namun paling lama menghabiskan waktu di kampus.

Tetapi perlu juga dicatat, ada saja aktivis yang sekaligus juga prestasi akademisnya bagus. Mereka punya potensi jadi aktivis-intelektual atau intelektual-aktivis. Demikianlah, ketika tiba hari wisuda, mereka mengenakan toga sama, ijazah sama, tetapi kualitas dan minatnya berbeda-beda. Ini sangat tergantung bagaimana memanfaatkan fasilitas umur dan kampus untuk mengakumulasi ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya. Lebih dari itu, salah satu peran kampus adalah tempat menyemai calon-calon pemimpin bangsa dengan modal ilmu pengetahuan dan karakter serta kemampuan berkomunikasi sosial.

Orang pintar tetapi minus integritas bisa membahayakan dirinya dan orang lain. Orang bermoral baik tetapi bodoh juga tidak produktif hidupnya. Seorang sarjana yang pintar, baik moralnya, namun tidak memiliki keterampilan berkomunikasi juga repot mengembangkan kariernya sebagai seorang pemimpin. Ada sarjana yang bingung setelah diwisuda. Bingung dan gamang memasuki tantangan baru. Ada yang optimistis dan mantap melangkah ke episode kehidupan selanjutnya karena merasa mampu dan yakin dengan bekal yang telah dipersiapkannya. Padahal, mereka sama-sama memiliki jatah waktu 24 jam sehari-semalam.

Mereka sama-sama menjalani kehidupan mahasiswa selama empat atau lima tahun. Saya memiliki data cukup akurat seputar kehidupan mahasiswa dan sarjana, antara yang bermutu dan kurang bermutu. Lagi-lagi, faktor motivasi, imajinasi masa depan, dan kemampuan pengendalian diri yang akan menentukan kualitas seorang sarjana. Ijazah dan titel boleh sama, tetapi nasib dan prestasi berbeda. []

KORAN SINDO, 05 September 2014
Komaruddin Hidayat  ;   Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar